Dalam sebuah belukar tinggal seekor labah-labah. Sarangnya lebih besar daripada sarang labah-labah lain. Dahulu bapanya yang membuat sarang itu. Kemudian ia menambah di sekeliling sarang itu.
Labah-labah itu berlari dengan pantas dari tengah ke tepi sarang. Ia menangkap mangsanya. Binatang yang ditangkap segera dimakan. Badannya semakin hari semakin besar. Perutnya buncit. Ia memang kuat makan. Perutnya sentiasa berasa lapar.
Pada suatu hari, datang dua ekor labah-labah. Satu dari arah timur dan satu lagi dari arah barat. Kedua-dua labah-labah mahu menjemput labah-labah buncit makan kenduri. Kenduri itu diadakan pada waktu yang sama. Ia menjadi serba salah. Labah-labah buncit bertanya jiran-jirannya. Mereka juga mendapat jemputan. Jiran di kiri pergi ke jemputan arah barat. Jiran di kanan pergi ke jemputan arah timur. Labah-labah buncit mendapat akal. Ia meminta kerjasama jiran-jirannya.
Labah-labah buncit memberi tali kepada jiran-jirannya. Sesiapa yang makan dahulu tarik tali itu. Ia akan pergi ke sana dahulu. Tali itu diikatkan pada perutnya supaya tidak terlepas.
Kedua-dua labah-labah itu pun pergi. Apabila jamuan dihidang, jiran kanan pun menarik tali dari arah timur. Pada masa yang sama jiran kiri menarik dari arah barat pula. Labah-labah buncit tidak dapat mengikut ke barat. Ia tidak sempat membuka ikatan perutnya.
Kedua-dua jiran labah-labah buncit terus menarik tali masing-masing. Perut labah-labah buncit semakin tercerut. Setelah tidak berjaya menarik, kedua-dua jirannya pun terhenti. Mereka menikmati hidangan. Selepas makan mereka pun pulang.
Mereka mendapati labah-labah buncit pengsan. Mereka cuba membuka tali yang tercerut di perut labah-labah buncit. Sayangnya mereka tidak dapat membuka ikatan itu.
Beberapa hari kemudian labah-labah buncit sedar. Ia berjaya membuka ikatan di perutnya. Sejak itu ia tidak hiraukan makan. Perutnya tidak berasa lapar seperti selalu. Pinggangnya pun ramping bekas kene cerut. Hingga sekarang pinggang labah-labah kecil dan genting.
Budak_Baik
Thursday, 28 April 2011
Wednesday, 27 April 2011
LEGENDA BATU MALIN KUNDANG
Kisah ini menceritakan tentang hukuman yang diterima oleh seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya. Inti ceritanya adalah sebagai berikut:
Dahulu kala ada seorang ibu dengan seorang anak laki-lakinya bernama Malin Kundang hidup dalam keadaan yang sangat miskin. Setelah dewasa, si anak pergi merantau ke negeri orang untuk merubah hidupnya.
Setelah sekian lama dalam perantauan, si pemuda berhasil menjadi seorang saudagar yang kaya-raya dan memperisteri seorang gadis cantik yang berasal dari keturunan orang kaya juga. Suatu ketika, si pemuda yang telah menjadi saudagar tersebut berlayar ke kampung halamannya dikarenakan suatu urusan dagang. Ketika berlabuh dan turun dari kapal layar besarnya, orang-orang kampung mengenalinya sebagai Malin Kundang yang dulu ketika pergi merantau masih dalam keadaan miskin. Orangpun memanggilkan ibunya yang sudah tua bahwa anaknya ada di pelabuhan. Si ibu segera berangkat untuk menemui anaknya. Namun, ketika bertemu bukan kebahagian yang dia dapatkan tetapi cacian dan makian dari si Malin Kundang. Malin Kundang yang telah kaya itu merasa malu kepada orang lain, terutama kepada istrinya bahwa dia berasal dari kalangan orang miskin. Karena itu dia tidak mengakui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya. Bahkan dengan tega dia meludahi ibu kandungnya sendiri dan mengusir dari kapalnya.Si ibu yang merasa sedih dengan kelakuan anaknya apalagi sampai tidak mengakui dia sebagai ibunya, akhirnya berdoa kepada Tuhan untuk memberi hukuman pada anaknya. Tuhan mengabulkan do'anya. Datanglah badai dan ombak besar menghantam kapal layar yang berukuran besar tersebut dan menghempaskannya ke pinggir pantai. Si Malin Kundang yang merasa bersalah akhirnya memohon ampun pada ibunya. Tetapi semuanya sudah terlambat ketika hukuman dari Yang Maha Kuasa sudah datang. Akhirnya Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Sampai sekarang, anda dapat menyaksikan batu-batu berbentuk kapal ditepi Pantai Aie Manieh.
Dahulu kala ada seorang ibu dengan seorang anak laki-lakinya bernama Malin Kundang hidup dalam keadaan yang sangat miskin. Setelah dewasa, si anak pergi merantau ke negeri orang untuk merubah hidupnya.
Setelah sekian lama dalam perantauan, si pemuda berhasil menjadi seorang saudagar yang kaya-raya dan memperisteri seorang gadis cantik yang berasal dari keturunan orang kaya juga. Suatu ketika, si pemuda yang telah menjadi saudagar tersebut berlayar ke kampung halamannya dikarenakan suatu urusan dagang. Ketika berlabuh dan turun dari kapal layar besarnya, orang-orang kampung mengenalinya sebagai Malin Kundang yang dulu ketika pergi merantau masih dalam keadaan miskin. Orangpun memanggilkan ibunya yang sudah tua bahwa anaknya ada di pelabuhan. Si ibu segera berangkat untuk menemui anaknya. Namun, ketika bertemu bukan kebahagian yang dia dapatkan tetapi cacian dan makian dari si Malin Kundang. Malin Kundang yang telah kaya itu merasa malu kepada orang lain, terutama kepada istrinya bahwa dia berasal dari kalangan orang miskin. Karena itu dia tidak mengakui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya. Bahkan dengan tega dia meludahi ibu kandungnya sendiri dan mengusir dari kapalnya.Si ibu yang merasa sedih dengan kelakuan anaknya apalagi sampai tidak mengakui dia sebagai ibunya, akhirnya berdoa kepada Tuhan untuk memberi hukuman pada anaknya. Tuhan mengabulkan do'anya. Datanglah badai dan ombak besar menghantam kapal layar yang berukuran besar tersebut dan menghempaskannya ke pinggir pantai. Si Malin Kundang yang merasa bersalah akhirnya memohon ampun pada ibunya. Tetapi semuanya sudah terlambat ketika hukuman dari Yang Maha Kuasa sudah datang. Akhirnya Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Sampai sekarang, anda dapat menyaksikan batu-batu berbentuk kapal ditepi Pantai Aie Manieh.
Sang Kancil Dengan Harimau
Harimau sedang asyik bercermin di sungai sambil membasuh mukanya. "Hmm, gagah juga aku ini, tubuhku kuat berotot dan warna lorengku sangat indah," kata harimau dalam hati. Kesombongan harimau membuatnya suka memerintah dan berbuat semena-mena pada binatang lain yang lebih kecil dan lemah. Si kancil akhirnya tidak tahan lagi. "Benar-benar keterlaluan si harimau !" kata Kancil menahan marah. "Dia mesti diberi pelajaran! Biar kapok! Sambil berpikir, ditengah jalan kancil bertemu dengan kelinci. Mereka berbincang-bincang tentang tingkah laku harimau dan mencoba mencari ide bagaimana cara membuat si harimau kapok.
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi?. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung?nguuuung?..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi."Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."
Pesan Moral : Semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita tidak boleh sombong dan memperlakukan makhluk hidup lain semena-mena.
Setelah lama terdiam, "Hmm, aku ada ide," kata si kancil tiba-tiba. "Tapi kau harus menolongku," lanjut si kancil. "Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang berani menggangguku, termasuk harimau, karena aku sedang menjalankan tugas penting," kata kancil pada kelinci. "Tugas penting apa, Cil?" tanya kelinci heran. " Sudah, bilang saja begitu, kalau si harimau nanti mencariku, antarkan ia ke bawah pohon besar di ujung jalan itu. Aku akan menunggu Harimau disana." "Tapi aku takut Cil, benar nih rencanamu akan berhasil?", kata kelinci. "Percayalah padaku, kalau gagal jangan sebut aku si kancil yang cerdik". "Iya, iya. Aku percaya, tapi kamu jangan sombong, nanti malah kamu jadi lebih sombong dari si harimau lagi."
Si kelincipun berjalan menemui harimau yang sedang bermalas-malasan. Si kelinci agak gugup menceritakan yang terjadi padanya. Setelah mendengar cerita kelinci, harimau menjadi geram mendengarnya. "Apa ? Kancil mau menghajarku? Grr, berani sekali dia!!, kata harimau. Seperti yang diharapkan, harimau minta diantarkan ke tempat kancil berada. "Itu dia si Kancil!" kata Kelinci sambil menunjuk ke arah sebatang pohon besar di ujung jalan. "Kita hampir sampai, harimau. Aku takut, nanti jangan bilang si kancil kalau aku yang cerita padamu, nanti aku dihajar lagi," kata kelinci. Si kelinci langsung berlari masuk dalam semak-semak.
"Hai kancil!!! Kudengar kau mau menghajarku ya?" Tanya harimau sambil marah. "Jangan bicara keras-keras, aku sedang mendapat tugas penting". "Tugas penting apa?". Lalu Kancil menunjuk benda besar berbentuk bulat, yang tergantung pada dahan pohon di atasnya. "Aku harus menjaga bende wasiat itu." Bende wasiat apa sih itu?" Tanya harimau heran. "Bende adalah semacam gong yang berukuran kecil, tapi bende ini bukan sembarang bende, kalau dipukul suaranya merdu sekali, tidak bisa terlukis dengan kata-kata. Harimau jadi penasaran. "Aku boleh tidak memukulnya?, siapa tahu kepalaku yang lagi pusing ini akan hilang setelah mendengar suara merdu dari bende itu." "Jangan, jangan," kata Kancil. Harimau terus membujuk si Kancil. Setelah agak lama berdebat, "Baiklah, tapi aku pergi dulu, jangan salahkan aku kalau terjadi apa-apa ya?", kata si kancil.
Setelah Kancil pergi, Harimau segera memanjat pohon dan memukul bende itu. Tapi yang terjadi?. Ternyata bende itu adalah sarang lebah! Nguuuung?nguuuung?..nguuuung sekelompok lebah yang marah keluar dari sarangnya karena merasa diganggu. Lebah-lebah itu mengejar dan menyengat si harimau. "Tolong! Tolong!" teriak harimau kesakitan sambil berlari. Ia terus berlari menuju ke sebuah sungai. Byuur! Harimau langsung melompat masuk ke dalam sungai. Ia akhirnya selamat dari serangan lebah. "Grr, awas kau Kancil!" teriak Harimau menahan marah. "Aku dibohongi lagi. Tapi pusingku kok menjadi hilang ya?". Walaupun tidak mendengar suara merdu bende wasiat, harimau tidak terlalu kecewa, sebab kepalanya tidak pusing lagi."Hahaha! Lihatlah Harimau yang gagah itu lari terbirit-birit disengat lebah," kata kancil. "Binatang kecil dan lemah tidak selamanya kalah bukan?". "Aku harap harimau bisa mengambil manfaat dari kejadian ini," kata kelinci penuh harap."
Pesan Moral : Semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita tidak boleh sombong dan memperlakukan makhluk hidup lain semena-mena.
Angsa Budiman
Kononnya, pada suatu hari Raja Sulaiman menitahkan burung belatuk memanggil sekalian haiwan supaya menghadap baginda. "Perintahkan semua haiwan datang ke istana beta. Sudah lama beta tidak bertemu dengan sekalian haiwan," kata baginda. Tanpa berlengah lagi, terbanglah Sang Belatuk ke segenap penjuru rimba. Tuk! Tuk!uk! Sang Belatuk mengetuk batang pokok. "Apa berita yang engkau bawa, wahai Sang Belatuk?" tanya sekalian haiwan. "Aku membawa titah perintah daripada Raja Sulaiman. Baginda menitahkan semua haiwan pergi menghadapnya di istana," ujar Sang Belatuk. Selepas itu, Sang Belatuk terbang ke tempat lain pula. Tuk! Tuk! Tuk! Sang Belatuk ngetuk batang pokok. Begitulah caranya burung belatuk membawa berita kepada sekalian haiwan. Semua haiwan berasa gembira apabila mengetahui berita itu. Mereka akan berlumba-lumba untuk pergi ke istana Raja Sulaiman. Mereka sangat gembira jikalau dapat menghadap Raja Sulaiman. Baginda akan mengurniakan hadiah kepada sekalian haiwan.
Namun, ada juga sesetengah haiwan yang enggan pergi menghadap Raja Sulaiman. "Istana Raja Sulaiman itu tersangat jauh. Matilah aku di tengah perjalanan sebelum dapat sampai ke sana," kata segelintir haiwan yang sengaja mencari helah. Haiwan yang ingkar itu akan dijatuhi hukuman berat oleh Raja Sulaiman. Tersebutlah kisah seekor angsa. Sang Angsa sangat gembira apabila menerima berita Setelah beberapa lama berjalan, Sang Angsa tiba di tebing sungai. "Kalaulah aku pandai berenang, nescaya aku boleh cepat sampai ke istana Raja Sulaiman," kata Sang Angsa dalam hatinya. Sang Angsa ketika itu masih belum pandai berenang. Terpaksalah Sang Angsa terus berjalan perlahan-lahan. Di pertengahan jalan, Sang Angsa terserempak dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu sedang menangis "Mengapa mak cik menangis?" tanya Sang Angsa. Perempuan itu lalu memberitahu, "Aku tersangat lapar. Bekalan makananku sudah bis." Sang Angsa bersimpati pada perempuan itu. "Janganlah mak cik bersedih. Saya akan tinggal di sini selama beberapa hari untuk bertelur. Telur saya boleh mak cik jadikan sebagai makanan," ujar Sang Angsa. Tinggallah Sang Angsa itu di situ selama beberapa hari. Setiap hari Sang Angsa bertelur sebiji. Perempuan tua itu sangat gembira kerana dia sudah memperoleh bekalan kanan.
daripada Sang Belatuk itu"Inilah kali pertama aku berpeluang untuk berjumpa Baginda Raja Sulaiman!" ujar Sang Angsa dengan penuh gembira. Kononnya, Sang Angsa ketika itu berbulu hitam dan masih berleher pendek. "Engkau hodoh! Engkau tidak layak masuk ke dalam istana Raja Sulaiman," Sang Biawak mengejek. Sang Angsa sangat bersedih hati mendengar ejekan itu. Namun, Sang Angsa tidak mempedulikan ejekan tersebut. Tanpa berlengah lagi, Sang Angsa berjalan perlahan-lahan menuju ke istana Raja Sulaiman.
"Tentulah aku akan lewat menghadap Raja Sulaiman," fikir Sang Angsa. Sang Angsa berasa sedih. Namun, Sang Angsa tidak mahu perempuan tua itu mati kerana kelaparan. Beberapa hari kemudian, perempuan tua itu memberitahu Sang Angsa, "Sekarang bolehlah engkau pergi ke istana Raja Sulaiman. Baki telur yang ada ini sudah cukup untuk mak cik." Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih kepada Sang Angsa. "Engkau adalah seekor angsa yang sungguh budiman," kata perempuan tua itu lagi. Sang Angsa lalu meneruskan perjalanannya. Semua haiwan sudah berada di istana Raja Sulaiman. Sang Angsa tiba, tetapi sudah sangat terlewat. "Beritahu pada beta, mengapa engkau lambat sampai?" Raja Sulaiman bertitah kepada Sang Angsa. Sang Angsa sangat ketakutan. Namun, Sang Angsa menceritakan perkara sebenar yang telah terjadi itu kepada Raja Sulaiman. Baginda Raja Sulaiman berasa sangat sukacita kerana Sang Angsa telah menolong perempuan tua itu. "Engkau adalah seekor angsa yang sangat budiman," ujar Raja Sulaiman. "Sekarang beta akan kurniakan hadiah sebagai balasan atas budi baik kamu," kata ja Sulaiman. Sang Angsa sangat gembira.Kamu akan menjadi seekor haiwan yang berleher panjang," ujar baginda lagi. Terkejutlah Sang Angsa mendengar kata-kata itu. Semua haiwan ketawa berdekah-dekah. Mereka menyangka Sang Angsa akan menjadi seekor haiwan yang lebih hodoh. Tetapi sangkaan itu salah! Sang Angsa menjadi haiwan yang sangat cantik. Lehernya panjang, bulunya putih, dan pandai pula berenang. Sang Biawak pula dijatuhi hukuman oleh Raja Sulaiman kerana pernah mengejek Sang Angsa. Lidahnya menjadi panjang, suka terjelir, dan bercabang. Kononnya, itulah sebabnya sampai sekarang angsa menjadi haiwan cantik, berbadan putih bersih, suka berenang, dan dipelihara oleh manusia. Biawak pula terpaksa tinggal di dalam hutan kerana berasa malu. Selain itu, biawak juga suka makan telur kerana kononnya sangat marah pada angsa, ayam, dan itik.
Namun, ada juga sesetengah haiwan yang enggan pergi menghadap Raja Sulaiman. "Istana Raja Sulaiman itu tersangat jauh. Matilah aku di tengah perjalanan sebelum dapat sampai ke sana," kata segelintir haiwan yang sengaja mencari helah. Haiwan yang ingkar itu akan dijatuhi hukuman berat oleh Raja Sulaiman. Tersebutlah kisah seekor angsa. Sang Angsa sangat gembira apabila menerima berita Setelah beberapa lama berjalan, Sang Angsa tiba di tebing sungai. "Kalaulah aku pandai berenang, nescaya aku boleh cepat sampai ke istana Raja Sulaiman," kata Sang Angsa dalam hatinya. Sang Angsa ketika itu masih belum pandai berenang. Terpaksalah Sang Angsa terus berjalan perlahan-lahan. Di pertengahan jalan, Sang Angsa terserempak dengan seorang perempuan tua. Perempuan tua itu sedang menangis "Mengapa mak cik menangis?" tanya Sang Angsa. Perempuan itu lalu memberitahu, "Aku tersangat lapar. Bekalan makananku sudah bis." Sang Angsa bersimpati pada perempuan itu. "Janganlah mak cik bersedih. Saya akan tinggal di sini selama beberapa hari untuk bertelur. Telur saya boleh mak cik jadikan sebagai makanan," ujar Sang Angsa. Tinggallah Sang Angsa itu di situ selama beberapa hari. Setiap hari Sang Angsa bertelur sebiji. Perempuan tua itu sangat gembira kerana dia sudah memperoleh bekalan kanan.
daripada Sang Belatuk itu"Inilah kali pertama aku berpeluang untuk berjumpa Baginda Raja Sulaiman!" ujar Sang Angsa dengan penuh gembira. Kononnya, Sang Angsa ketika itu berbulu hitam dan masih berleher pendek. "Engkau hodoh! Engkau tidak layak masuk ke dalam istana Raja Sulaiman," Sang Biawak mengejek. Sang Angsa sangat bersedih hati mendengar ejekan itu. Namun, Sang Angsa tidak mempedulikan ejekan tersebut. Tanpa berlengah lagi, Sang Angsa berjalan perlahan-lahan menuju ke istana Raja Sulaiman.
"Tentulah aku akan lewat menghadap Raja Sulaiman," fikir Sang Angsa. Sang Angsa berasa sedih. Namun, Sang Angsa tidak mahu perempuan tua itu mati kerana kelaparan. Beberapa hari kemudian, perempuan tua itu memberitahu Sang Angsa, "Sekarang bolehlah engkau pergi ke istana Raja Sulaiman. Baki telur yang ada ini sudah cukup untuk mak cik." Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih kepada Sang Angsa. "Engkau adalah seekor angsa yang sungguh budiman," kata perempuan tua itu lagi. Sang Angsa lalu meneruskan perjalanannya. Semua haiwan sudah berada di istana Raja Sulaiman. Sang Angsa tiba, tetapi sudah sangat terlewat. "Beritahu pada beta, mengapa engkau lambat sampai?" Raja Sulaiman bertitah kepada Sang Angsa. Sang Angsa sangat ketakutan. Namun, Sang Angsa menceritakan perkara sebenar yang telah terjadi itu kepada Raja Sulaiman. Baginda Raja Sulaiman berasa sangat sukacita kerana Sang Angsa telah menolong perempuan tua itu. "Engkau adalah seekor angsa yang sangat budiman," ujar Raja Sulaiman. "Sekarang beta akan kurniakan hadiah sebagai balasan atas budi baik kamu," kata ja Sulaiman. Sang Angsa sangat gembira.Kamu akan menjadi seekor haiwan yang berleher panjang," ujar baginda lagi. Terkejutlah Sang Angsa mendengar kata-kata itu. Semua haiwan ketawa berdekah-dekah. Mereka menyangka Sang Angsa akan menjadi seekor haiwan yang lebih hodoh. Tetapi sangkaan itu salah! Sang Angsa menjadi haiwan yang sangat cantik. Lehernya panjang, bulunya putih, dan pandai pula berenang. Sang Biawak pula dijatuhi hukuman oleh Raja Sulaiman kerana pernah mengejek Sang Angsa. Lidahnya menjadi panjang, suka terjelir, dan bercabang. Kononnya, itulah sebabnya sampai sekarang angsa menjadi haiwan cantik, berbadan putih bersih, suka berenang, dan dipelihara oleh manusia. Biawak pula terpaksa tinggal di dalam hutan kerana berasa malu. Selain itu, biawak juga suka makan telur kerana kononnya sangat marah pada angsa, ayam, dan itik.
Pena Ajaib
Tersebutlah sebuah cerita dongeng, kononnya di negara China pada zaman dahulu ada seorang budak yang memiliki sebatang pena ajaib. Keluarganya sangat miskin. Ibu bapanya bekerja sebagai petani menanam padi. Tanah yang mereka usahakan untuk menanam padi itu sempit sahaja. Tanaman mereka pula kadang-kadang mengeluarkan hasil yang sedikit. Adakalanya, tanaman mereka musnah akibat banjir. Namun demikian, mereka tetap tabah menghadapi kesusahan hidup. Pada suatu ketika, musim banjir berlaku lagi. Tanaman mereka habis musnah. Meskipun mereka berasa sangat sedih, namun mereka tetap tabahkan hati. Mereka menganggap kejadian itu sebagai takdir daripada Tuhan untuk menguji hidup mereka. Budak itu turut bersedih atas nasib yang dialami oleh ibu bapanya. Pada sebelah petangnya, dia pergi ke ladang itu. Dia ingin cuba mencari, kalau-kalau masih ada padi yang belum rosak. Dia cuba mencari. Alangkah gembira hatinya kerana menemui beberapa tangkai padi yang belum rosak. Tanpa berlengah lagi, dia segera mengambilnya dan membawanya pulang.
"Ibu bapaku tentu gembira kerana padi ini boleh disimpan. Padi ini boleh dijadikan benih," katanya dalam hati. Di pertengahan jalan, dia terjumpa seorang lelaki tua. Pakaian lelaki tua itu bercompang-camping. "Orang tua ini tentu sangat miskin," fikirnya dalam hati. "Tolonglah aku!" orang tua itu merayu. "Apakah yang boleh saya tolong?" dia bertanya kepada orang tua itu. "Aku sangat lapar. Sudah beberapa hari aku tidak makan," kata orang tua itu. "Tetapi saya tidak mempunyai makanan," dia memberitahu orang tua itu. Namun demikian, lelaki tua itu berkata, "Bukankah engkau sedang membawa beberapa tangkai padi?" "Ya, tetapi saya hendak jadikan padi ini sebagai benih!" dia memberitahu hasratnya. Lelaki tua terus berkata lagi, "Berikanlah kepadaku. Padi itu boleh kutanak menjadi nasi." Budak itu berasa kasihan kepada orang tua tersebut. "Baiklah, kalau begitu!" dia terus memberikan padi itu kepada orang tua tersebut. Orang tua itu mengucapkan terima kasih dan terus pergi dari situ. Selang beberapa lama kemudian, datanglah beberapa orang pengawal raja ke rumah budak itu. Pengawal itu memberitahu kepada ibu bapanya, "Besok sediakan padi sebanyak sepuluh guni. Ini adalah perintah daripada raja. Jikalau kamu ingkar, kamu akan dijatuhi hukuman pancung." Takutlah mereka mendengar amaran itu. Mereka tahu raja di negeri itu sangat zalim. Sesiapa yang tidak taat kepada perintahnya akan dihukum mati. "Tolonglah kami!" bapa budak itu cuba merayu. "Sekarang musim banjir. Tanaman tidak menjadi. Kami tidak mampu menyediakan padi sebanyak itu," bapanya cuba merayu lagi. Namun pengawal itu berkata dengan keras, "Kami tidak peduli. Kamu mesti patuh kepada perintah raja." Para pengawal itu terus pergi. Sedihlah hati budak itu. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi. "Matilah kita sekeluarga kali ini!" kata bapanya. Malam itu, mereka tidak tidur. Mereka menunggu kedatangan para pengawal untuk menangkap mereka pada waktu pagi. Tetapi pada pagi itu, sebelum para pengawal itu tiba, datang orang tua miskin dahulu ke rumah mereka. "Wahai budak yang sangat baik hati! Dahulu, kamu pernah menolongku sewaktu aku dalam kesusahan. Sekarang giliranku pula untuk menolongmu. Ambillah pena ajaib ini! Aku hadiahkan kepadamu sebagai balasan atas budi baikmu dahulu," kata orang tua itu.Lukislah apa sahaja yang kamu mahu," kata orang tua lagi. Sebaik-baik sahaja selepas berkata demikian, orang tua itu pun terus pergi dari situ. Termenunglah budak itu memikirkan peristiwa itu. Ibu bapanya turut berasa hairan. Benarkah pena ini ajaib?" bapanya bertanya. "Entahlah!" kata budak itu. "Kalau begitu, mengapakah kamu tidak cuba lukiskan sesuatu?" ibunya pula mencelah. Budak itu pun segera mengambil beberapa helai kertas. "Saya lapar. Saya teringin makan daging itik," dia cuba melukiskan gambar seekor itik. "Bapa mahu makan buah limau. Cuba kamu lukiskan sebiji limau," ujar bapa."Ibu pula mahukan sepasang pakaian baharu," ibunya memberitahu dengan perasaan malu-malu.Budak itu melukiskan gambar buah limau dan sepasang pakaian pula. Terkejutlah mereka kerana lukisan itu tiba-tiba sahaja betul-betul bertukar menjadi seekor itik, sebiji limau, dan sepasang pakaian. "Wah, betul-betul ajaib!" kata mereka dengan perasaan gembira. Tidak lama selepas itu, datang para pengawal raja ke rumah mereka. "Sudahkah kamu sediakan sepuluh guni padi?" pengawal itu bersuara keras. "Belum!" jawab bapa budak itu dengan ketakutan. "Sekarang aku akan pancung kepala kamu!" kata pengawal itu lagi. "Tunggu dulu!" budak itu segera menyampuk."Tunggu apa lagi?" pengawal itu benar-benar berasa marah.”Aku akan sediakan sepuluh guni beras yang kamu minta itu," ujar budak itu lagi. Tanpa berlengah lagi, budak itupun segera melukiskan sepuluh guni beras. Pengawal itu semakin marah, "Kamu fikir aku ini bodoh? Apa aku boleh buat dengan sepuluh guni beras dalam kertas lukisan ini? Kamu pun harus kupancung juga." Tetapi lukisan itu kemudiannya betul-betul bertukar menjadi sepuluh guni beras. Terkejutlah para pengawal itu menyaksikan peristiwa tersebut. "Wah, pena kamu ini betul-betul ajaib!" kata pengawal itu. Tanpa berlengah lagi, para pengawal itu segera memunggah semua guni beras tersebut. Mereka lalu cepat-cepat pulang ke istana. Mereka memberitahu peristiwa ajaib itu kepada raja. Tercenganglah raja apabila mendengar berita itu. "Sekarang kamu pergi ke sana semula. Perintahkan budak itu supaya lukiskan seratus guni padi pula untuk beta," titah raja itu. Para pengawal itu pun segera menunaikan titah tersebut. "Sekarang raja perintahkan kamu supaya lukiskan seratus guni padi pula. Jika tidak, kamu akan dipancung," pengawal itu mengarahkan demikian.Tidak lama kemudian, mereka membawa pulang seratus guni padi kepada raja. Tercenganglah raja apabila melihat seratus guni padi itu. Barulah baginda benar-benar percaya bahawa pena yang dimiliki oleh budak itu adalah pena ajaib. Semenjak itu, bahagialah hidup budak itu bersama-sama dengan ibu bapanya. Dengan adanya pena ajaib itu, mereka dapat memiliki apa sahaja yang mereka mahu. Malah, budak itu tidak lupa untuk menolong penduduk kampungnya yang hidup miskin. Budak itu melukiskan pelbagai jenis makanan dan haiwan ternakan untuk penduduk kampung. Setiap hari, berduyun-duyunlah penduduk kampung datang meminta pertolongan daripada budak itu. Tidak berapa lama kemudian, raja menitahkan budak itu datang ke istananya. "Beta ingin menyerang sebuah negeri lain. Lukiskan untuk beta seratus ribu orang tentera, seratus ribu senjata, dan seratus ribu ekor kuda," titah raja.Baiklah, tuanku!" kata budak itu. "Tetapi patik minta tempoh selama sepuluh hari," kata budak itu lagi. "Mengapakah masanya begitu lama?" raja itu bertanya dengan perasaan marah. "Jumlah tentera, senjata, dan kuda itu sangat banyak. Patik tidak boleh menyiapkan lukisannya dalam masa satu hari," jawab budak itu. "Baiklah, kalau begitu!" raja itu bersetuju. Budak itu pun segera pulang ke rumahnya. Dia memberitahu hal itu kepada ibu bapanya. "Lukiskanlah semua gambar itu. Kalau tidak, kita akan mati dipancung oleh raja," kata bapanya. Tetapi budak itu tidak mahu berbuat demikian. "Mengapa pula kamu enggan melukiskannya?" tanya bapanya. "Ramai orang akan mati, kalau diserang oleh raja itu," jawab budak itu."Kalau begitu, apakah yang harus kita lakukan?" ibunya berasa sangat takut. "Ya, kita tentu akan mati dipancung oleh raja!" ujar bapanya lagi. "Kita harus lari dari sini!" jawab budak itu. "Bagaimanakah caranya kita hendak melarikan diri?" tanya bapanya. Tanpa berlengah lagi, budak itu pun segera melukiskan gambar sebuah kapal dan laut. Apabila sudah siap dilukis, di hadapan mereka betul-betul terdapat sebuah kapal dan laut. Mereka segera menaiki kapal itu dan terus melarikan diri dari negeri itu. Mereka terselamat daripada raja yang zalim itu. "Budak itu sudah melarikan diri!" para pengawal memberitahu raja. Raja itu tersangat marah. Tetapi baginda tidak dapat berbuat apa-apa. Baginda tidak tahu ke manakah budak itu bersama-sama ibu bapanya melarikan diri.
"Ibu bapaku tentu gembira kerana padi ini boleh disimpan. Padi ini boleh dijadikan benih," katanya dalam hati. Di pertengahan jalan, dia terjumpa seorang lelaki tua. Pakaian lelaki tua itu bercompang-camping. "Orang tua ini tentu sangat miskin," fikirnya dalam hati. "Tolonglah aku!" orang tua itu merayu. "Apakah yang boleh saya tolong?" dia bertanya kepada orang tua itu. "Aku sangat lapar. Sudah beberapa hari aku tidak makan," kata orang tua itu. "Tetapi saya tidak mempunyai makanan," dia memberitahu orang tua itu. Namun demikian, lelaki tua itu berkata, "Bukankah engkau sedang membawa beberapa tangkai padi?" "Ya, tetapi saya hendak jadikan padi ini sebagai benih!" dia memberitahu hasratnya. Lelaki tua terus berkata lagi, "Berikanlah kepadaku. Padi itu boleh kutanak menjadi nasi." Budak itu berasa kasihan kepada orang tua tersebut. "Baiklah, kalau begitu!" dia terus memberikan padi itu kepada orang tua tersebut. Orang tua itu mengucapkan terima kasih dan terus pergi dari situ. Selang beberapa lama kemudian, datanglah beberapa orang pengawal raja ke rumah budak itu. Pengawal itu memberitahu kepada ibu bapanya, "Besok sediakan padi sebanyak sepuluh guni. Ini adalah perintah daripada raja. Jikalau kamu ingkar, kamu akan dijatuhi hukuman pancung." Takutlah mereka mendengar amaran itu. Mereka tahu raja di negeri itu sangat zalim. Sesiapa yang tidak taat kepada perintahnya akan dihukum mati. "Tolonglah kami!" bapa budak itu cuba merayu. "Sekarang musim banjir. Tanaman tidak menjadi. Kami tidak mampu menyediakan padi sebanyak itu," bapanya cuba merayu lagi. Namun pengawal itu berkata dengan keras, "Kami tidak peduli. Kamu mesti patuh kepada perintah raja." Para pengawal itu terus pergi. Sedihlah hati budak itu. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi. "Matilah kita sekeluarga kali ini!" kata bapanya. Malam itu, mereka tidak tidur. Mereka menunggu kedatangan para pengawal untuk menangkap mereka pada waktu pagi. Tetapi pada pagi itu, sebelum para pengawal itu tiba, datang orang tua miskin dahulu ke rumah mereka. "Wahai budak yang sangat baik hati! Dahulu, kamu pernah menolongku sewaktu aku dalam kesusahan. Sekarang giliranku pula untuk menolongmu. Ambillah pena ajaib ini! Aku hadiahkan kepadamu sebagai balasan atas budi baikmu dahulu," kata orang tua itu.Lukislah apa sahaja yang kamu mahu," kata orang tua lagi. Sebaik-baik sahaja selepas berkata demikian, orang tua itu pun terus pergi dari situ. Termenunglah budak itu memikirkan peristiwa itu. Ibu bapanya turut berasa hairan. Benarkah pena ini ajaib?" bapanya bertanya. "Entahlah!" kata budak itu. "Kalau begitu, mengapakah kamu tidak cuba lukiskan sesuatu?" ibunya pula mencelah. Budak itu pun segera mengambil beberapa helai kertas. "Saya lapar. Saya teringin makan daging itik," dia cuba melukiskan gambar seekor itik. "Bapa mahu makan buah limau. Cuba kamu lukiskan sebiji limau," ujar bapa."Ibu pula mahukan sepasang pakaian baharu," ibunya memberitahu dengan perasaan malu-malu.Budak itu melukiskan gambar buah limau dan sepasang pakaian pula. Terkejutlah mereka kerana lukisan itu tiba-tiba sahaja betul-betul bertukar menjadi seekor itik, sebiji limau, dan sepasang pakaian. "Wah, betul-betul ajaib!" kata mereka dengan perasaan gembira. Tidak lama selepas itu, datang para pengawal raja ke rumah mereka. "Sudahkah kamu sediakan sepuluh guni padi?" pengawal itu bersuara keras. "Belum!" jawab bapa budak itu dengan ketakutan. "Sekarang aku akan pancung kepala kamu!" kata pengawal itu lagi. "Tunggu dulu!" budak itu segera menyampuk."Tunggu apa lagi?" pengawal itu benar-benar berasa marah.”Aku akan sediakan sepuluh guni beras yang kamu minta itu," ujar budak itu lagi. Tanpa berlengah lagi, budak itupun segera melukiskan sepuluh guni beras. Pengawal itu semakin marah, "Kamu fikir aku ini bodoh? Apa aku boleh buat dengan sepuluh guni beras dalam kertas lukisan ini? Kamu pun harus kupancung juga." Tetapi lukisan itu kemudiannya betul-betul bertukar menjadi sepuluh guni beras. Terkejutlah para pengawal itu menyaksikan peristiwa tersebut. "Wah, pena kamu ini betul-betul ajaib!" kata pengawal itu. Tanpa berlengah lagi, para pengawal itu segera memunggah semua guni beras tersebut. Mereka lalu cepat-cepat pulang ke istana. Mereka memberitahu peristiwa ajaib itu kepada raja. Tercenganglah raja apabila mendengar berita itu. "Sekarang kamu pergi ke sana semula. Perintahkan budak itu supaya lukiskan seratus guni padi pula untuk beta," titah raja itu. Para pengawal itu pun segera menunaikan titah tersebut. "Sekarang raja perintahkan kamu supaya lukiskan seratus guni padi pula. Jika tidak, kamu akan dipancung," pengawal itu mengarahkan demikian.Tidak lama kemudian, mereka membawa pulang seratus guni padi kepada raja. Tercenganglah raja apabila melihat seratus guni padi itu. Barulah baginda benar-benar percaya bahawa pena yang dimiliki oleh budak itu adalah pena ajaib. Semenjak itu, bahagialah hidup budak itu bersama-sama dengan ibu bapanya. Dengan adanya pena ajaib itu, mereka dapat memiliki apa sahaja yang mereka mahu. Malah, budak itu tidak lupa untuk menolong penduduk kampungnya yang hidup miskin. Budak itu melukiskan pelbagai jenis makanan dan haiwan ternakan untuk penduduk kampung. Setiap hari, berduyun-duyunlah penduduk kampung datang meminta pertolongan daripada budak itu. Tidak berapa lama kemudian, raja menitahkan budak itu datang ke istananya. "Beta ingin menyerang sebuah negeri lain. Lukiskan untuk beta seratus ribu orang tentera, seratus ribu senjata, dan seratus ribu ekor kuda," titah raja.Baiklah, tuanku!" kata budak itu. "Tetapi patik minta tempoh selama sepuluh hari," kata budak itu lagi. "Mengapakah masanya begitu lama?" raja itu bertanya dengan perasaan marah. "Jumlah tentera, senjata, dan kuda itu sangat banyak. Patik tidak boleh menyiapkan lukisannya dalam masa satu hari," jawab budak itu. "Baiklah, kalau begitu!" raja itu bersetuju. Budak itu pun segera pulang ke rumahnya. Dia memberitahu hal itu kepada ibu bapanya. "Lukiskanlah semua gambar itu. Kalau tidak, kita akan mati dipancung oleh raja," kata bapanya. Tetapi budak itu tidak mahu berbuat demikian. "Mengapa pula kamu enggan melukiskannya?" tanya bapanya. "Ramai orang akan mati, kalau diserang oleh raja itu," jawab budak itu."Kalau begitu, apakah yang harus kita lakukan?" ibunya berasa sangat takut. "Ya, kita tentu akan mati dipancung oleh raja!" ujar bapanya lagi. "Kita harus lari dari sini!" jawab budak itu. "Bagaimanakah caranya kita hendak melarikan diri?" tanya bapanya. Tanpa berlengah lagi, budak itu pun segera melukiskan gambar sebuah kapal dan laut. Apabila sudah siap dilukis, di hadapan mereka betul-betul terdapat sebuah kapal dan laut. Mereka segera menaiki kapal itu dan terus melarikan diri dari negeri itu. Mereka terselamat daripada raja yang zalim itu. "Budak itu sudah melarikan diri!" para pengawal memberitahu raja. Raja itu tersangat marah. Tetapi baginda tidak dapat berbuat apa-apa. Baginda tidak tahu ke manakah budak itu bersama-sama ibu bapanya melarikan diri.
Burung Bangau Dengan Seekor Ketam
Pada zaman dahulu terdapat sebuah tasik yang sangat indah. Airnya sungguh jernih dan di dalamnya ditumbuhi oleh pokok-pokok teratai yang berbunga sepanjang masa. Suasana di sekitar tasik tersebut sungguh indah. Pokok-pokok yang tumbuh di sekitarnya hidup dengan subur. Banyak burung yang tinggal di kawasan sekitar tasik tersebut. Salah seekornya adalah burung bangau. Manakala di dalam tasih hidup bermacam-macam ikan dan haiwan lain. Ada ikan telapia sepat, kelah, keli, haruan dan bermacam-macam ikan lagi. Selain daripada ikan,terdapat juga ketam dan katak yang turut menghuni tasih tersebut.
Burung bangau sangat suka tinggal di kawasan tasik tersebut kerana ia senang mencari makan. Ikan-ikan kecil di tasik tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Setiap hari burung bangau sentiasa menunggu di tepi tasik untuk menagkap ikan yang datang berhampiran dengannya.
Beberapa tahun kemudian burung bangau semakin tua. Ia tidak lagi sekuat dulu untuk menangkap ikan. Kadang- kadang ia tidak memperolehi ikan untuk dimakan menyebabkan ia berlapar seharian. Ia berfikir di dalam hatinya seraya berkata "Kalau beginilah keadaanya, aku akan mati kelaparan kerana tidak lagi berdaya untuk menangkap ikan. Aku mesti mencari jalan supaya aku dapat memperolehi makanan dengan mudah".
Burung bangau mendapat idea dan berpura-pura duduk termenung dengan perasan sedih di tebing tasik. Seekor katak yang kebetulan berada di situ ternampak bangau yang sangat murung dan sedih lalu bertanya "Kenapakah aku lihat akhir-akhir ini kamu asik termenung dan bersedih sahaja wahai bangau?". Bangau menjawab " Aku sedang memikirkan keadaan nasib kita dan semua penghuni tasih ini." "Apa yang merunsingkan kamu, sedangkan kita hidup di sini sudah sekian lama tidak menghadapi sebarang masalah." Jawab katak. "Awak manalah tahu, aku sering terbang ke sana ke mari dan mendengar manusia sedang berbincang tentang bencana kemarau yang akan menimpa kawasan ini dalam beberapa bulan lagi. Kau lihat sajalah sejak akhir-akhir ini hari panas semacam aje, hujan pun sudah lama tidak turun". Bangau menyambung lagi "Aku khuatir tasik ini akan kering dan semua penghuni di tasik ini akan mati." Katak mengangguk- ngangukkan kepalanya sebagai tanda bersetuju dengan hujah bangau tadi. Tanpa membuang masa katak terus melompat ke dalam tasik untuk memaklumkan kepada kawan-kawan yang lain.
Berita bencana kemarau telah tersebar ke seluruh tasih begitu cepat dan semua penghuni tasik berkumpul ditebing sungai dimana bangau berada. Masing-masing riuh rendah menanyakan bangau akan berita tersebut. Seekor ikan haruan bertanya kepada bangau "Apakah cadangan engkau untuk membantu kami semua?" Burung bangau berkata "Aku ada satu cadangan, tetapi aku khuatir kamu semua tidak bersetuju." "Apakah cadangan tersebut" kata haruan seolah-olah tidak sabar lagi mendengarnya. Bangau berkata " Tidak jauh dari sini ada sebuah tasik yang besar dan airnya dalam, aku percaya tasik tersebut tidak akan kering walaupun berlaku kemarau yang panjang." "Bolehkah engkau membawa kami ke sana" sampuk ketam yang berada di situ. "Aku boleh membawa kamu seekor demi seekor kerana aku sudah tua dan tidak berdaya membawa kamu lebih daripada itu" kata burung bangau lagi.. Mereka pun bersetuju dengan cadangan burung bangau.
Burung bangau mula mengangkut seekor demi seekor ikan daripada tasik tersebut, tetapi ikan- ikan tersebut tidak dipindahkan ke tasik yang dikatakannya.Malahan ia membawa ikan-ikan tersebut ke batu besar yang berhampiran dengan tasik dan dimakannya dengan lahap sekali kerana ia sudah tidak makan selama beberapa hari. Setelah ikan yang dibawanya dimakan habis, ia terbang lagi untuk mengangkut ikan yang lain. Begitulah perbuatanya sehingga sampai kepada giliran ketam. Oleh kerana ketam mempunyai sepit ia hanya bergantung pada leher burung bangau dengan menggunakan sepitnya. Apabila hampir sampai ke kawasan batu besar tersebut,ketam memandang ke bawah dan melihat tulang-tulang ikan bersepah di atas batu besar. Melihat keadaan tersebut ketam berasa cemas dan berfikir di dalam hatinya "Matilah aku kali ini dimakan oleh bangau." Lalu ia memikirkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya daripada ratahan bangau yang rakus. Setelah tiba di atas batu besar ketam masih lagi berpegang pada leher bangau sambil berkata "Dimanakah tasik yang engkau katakan itu dan kenapa engakau membawa aku di sini?" Bangau pun tergelak dengan terbahak-bahak lalu berkata "Kali ini telah tiba masanya engkau menjadi rezeki aku." Dengan perasaan marah ketam menyepit leher bangau dengan lebih kuat lagi menyebabkan bangau sukar untuk bernafas, sambil merayu minta di lepaskan, ia berjanji akan menghantar ketam kembali ke tasik tersebut. Ketam tidak mempedulikan rayuan bangau malah ia menyepit lebih kuat lagi sehingga leher bangau terputus dua dan bangau mati di situ jua.
Dengan perasaan gembira kerana terselamat daripada menjadi makanan bangau ia bergerak perlahan-lahan menuju ke tasik sambil membawa kepala bangau. Apabila tiba di tasik, kawan-kawannya masih lagi setia menunggu giliran masing-masing. Setelah melihat ketam sudah kembali dengan membawa kepala bangau mereka kehairanan dan ketam menceritakan kisah yang berlaku. Semua binatang di tasik tersebut berasa gembira kerana mereka terselamat daripada menjadi makanan burung bangau yang tamak dan mementingkan diri sendiri. Mereka mengucakpan terima kasih kepada ketam kerana telah menyelamatkan mereka semua.
Burung bangau sangat suka tinggal di kawasan tasik tersebut kerana ia senang mencari makan. Ikan-ikan kecil di tasik tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Setiap hari burung bangau sentiasa menunggu di tepi tasik untuk menagkap ikan yang datang berhampiran dengannya.
Beberapa tahun kemudian burung bangau semakin tua. Ia tidak lagi sekuat dulu untuk menangkap ikan. Kadang- kadang ia tidak memperolehi ikan untuk dimakan menyebabkan ia berlapar seharian. Ia berfikir di dalam hatinya seraya berkata "Kalau beginilah keadaanya, aku akan mati kelaparan kerana tidak lagi berdaya untuk menangkap ikan. Aku mesti mencari jalan supaya aku dapat memperolehi makanan dengan mudah".
Burung bangau mendapat idea dan berpura-pura duduk termenung dengan perasan sedih di tebing tasik. Seekor katak yang kebetulan berada di situ ternampak bangau yang sangat murung dan sedih lalu bertanya "Kenapakah aku lihat akhir-akhir ini kamu asik termenung dan bersedih sahaja wahai bangau?". Bangau menjawab " Aku sedang memikirkan keadaan nasib kita dan semua penghuni tasih ini." "Apa yang merunsingkan kamu, sedangkan kita hidup di sini sudah sekian lama tidak menghadapi sebarang masalah." Jawab katak. "Awak manalah tahu, aku sering terbang ke sana ke mari dan mendengar manusia sedang berbincang tentang bencana kemarau yang akan menimpa kawasan ini dalam beberapa bulan lagi. Kau lihat sajalah sejak akhir-akhir ini hari panas semacam aje, hujan pun sudah lama tidak turun". Bangau menyambung lagi "Aku khuatir tasik ini akan kering dan semua penghuni di tasik ini akan mati." Katak mengangguk- ngangukkan kepalanya sebagai tanda bersetuju dengan hujah bangau tadi. Tanpa membuang masa katak terus melompat ke dalam tasik untuk memaklumkan kepada kawan-kawan yang lain.
Berita bencana kemarau telah tersebar ke seluruh tasih begitu cepat dan semua penghuni tasik berkumpul ditebing sungai dimana bangau berada. Masing-masing riuh rendah menanyakan bangau akan berita tersebut. Seekor ikan haruan bertanya kepada bangau "Apakah cadangan engkau untuk membantu kami semua?" Burung bangau berkata "Aku ada satu cadangan, tetapi aku khuatir kamu semua tidak bersetuju." "Apakah cadangan tersebut" kata haruan seolah-olah tidak sabar lagi mendengarnya. Bangau berkata " Tidak jauh dari sini ada sebuah tasik yang besar dan airnya dalam, aku percaya tasik tersebut tidak akan kering walaupun berlaku kemarau yang panjang." "Bolehkah engkau membawa kami ke sana" sampuk ketam yang berada di situ. "Aku boleh membawa kamu seekor demi seekor kerana aku sudah tua dan tidak berdaya membawa kamu lebih daripada itu" kata burung bangau lagi.. Mereka pun bersetuju dengan cadangan burung bangau.
Burung bangau mula mengangkut seekor demi seekor ikan daripada tasik tersebut, tetapi ikan- ikan tersebut tidak dipindahkan ke tasik yang dikatakannya.Malahan ia membawa ikan-ikan tersebut ke batu besar yang berhampiran dengan tasik dan dimakannya dengan lahap sekali kerana ia sudah tidak makan selama beberapa hari. Setelah ikan yang dibawanya dimakan habis, ia terbang lagi untuk mengangkut ikan yang lain. Begitulah perbuatanya sehingga sampai kepada giliran ketam. Oleh kerana ketam mempunyai sepit ia hanya bergantung pada leher burung bangau dengan menggunakan sepitnya. Apabila hampir sampai ke kawasan batu besar tersebut,ketam memandang ke bawah dan melihat tulang-tulang ikan bersepah di atas batu besar. Melihat keadaan tersebut ketam berasa cemas dan berfikir di dalam hatinya "Matilah aku kali ini dimakan oleh bangau." Lalu ia memikirkan sesuatu untuk menyelamatkan dirinya daripada ratahan bangau yang rakus. Setelah tiba di atas batu besar ketam masih lagi berpegang pada leher bangau sambil berkata "Dimanakah tasik yang engkau katakan itu dan kenapa engakau membawa aku di sini?" Bangau pun tergelak dengan terbahak-bahak lalu berkata "Kali ini telah tiba masanya engkau menjadi rezeki aku." Dengan perasaan marah ketam menyepit leher bangau dengan lebih kuat lagi menyebabkan bangau sukar untuk bernafas, sambil merayu minta di lepaskan, ia berjanji akan menghantar ketam kembali ke tasik tersebut. Ketam tidak mempedulikan rayuan bangau malah ia menyepit lebih kuat lagi sehingga leher bangau terputus dua dan bangau mati di situ jua.
Dengan perasaan gembira kerana terselamat daripada menjadi makanan bangau ia bergerak perlahan-lahan menuju ke tasik sambil membawa kepala bangau. Apabila tiba di tasik, kawan-kawannya masih lagi setia menunggu giliran masing-masing. Setelah melihat ketam sudah kembali dengan membawa kepala bangau mereka kehairanan dan ketam menceritakan kisah yang berlaku. Semua binatang di tasik tersebut berasa gembira kerana mereka terselamat daripada menjadi makanan burung bangau yang tamak dan mementingkan diri sendiri. Mereka mengucakpan terima kasih kepada ketam kerana telah menyelamatkan mereka semua.
Badang
Pada zaman dahulu terdapat seorang hamba di Temasik. Temasik sekarang dikenali sebagai Singapura. Hamba itu bernama Badang. Tuannya bernama Orang Kaya Nira Sura. Badang diberikan tugas oleh tuannya untuk menebas hutan dan membersihkan semak-samun di sebuah bukit. Tempat itu hendak dijadikan kawasan bercucuk tanam.
Berhampiran tempat Badang menebas itu terdapat sebatang anak sungai. Di kaki bukit berhampiran sungai itulah Badang berehat selepas penat bekerja. Setelah selesai sembahyang, barulah Badang membuka bekalan. Badang makan nasi di dalam upih pinang yang dibawanya. Walaupun berlaukkan pucuk dicecah dengan sambal garam, nasi sebungkus itu habis dimakannya.
Selepas itu, Badang pergi ke anak sungai. Di situ, kelihatan anak-anak ikan bermain-main di dalam air yang jernih. Badang terfikir, "Daripada aku makan nasi dengan sambal, lebih baik aku cuba tangkap ikan itu. Boleh juga dibuat lauk. Kalau dapat banyak boleh aku bawa pulang kepada tuanku. Tentu tuan aku suka kalau dapat merasa ikan tebarau, terbuk, dan lain-lain."
Sebelum Badang pulang, dia menebang buluh. Dia membuat lukah, iaitu sejenis perangkap untuk menangkap ikan. Dia menahan lukah itu di dalam sungai.
Keesokan harinya, pagi-pagi lagi Badang turun pergi menebas. Sebelum mula kerja menebas, Badang turun ke sungai untuk melihat lukah yang ditahannya. Namun, Badang terperanjat apabila melihat terdapat timbunan tulang ikan di tebing sungai berhampiran lukahnya. Badang dengan segera pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya telah diusik orang. Di dalamnya tidak ada ikan, kecuali tinggalan sisik-sisik ikan. Dia berasa hairan. Badang menahan lagi lukahnya di tempat yang sama. Kemudiannya, dia pergi menyiapkan kerja.
Seperti biasa apabila hari petang, Badang balik ke rumah tuannya. Dia tidak pergi melihat lukahnya pada waktu petang kerana lukah akan mengena pada waktu malam.
Esoknya pula, Badang pergi menebas seperti biasa. Setelah sampai di tempat itu, Badang terus pergi ke anak sungai untuk melihat lukahnya. Sekali lagi, dia terperanjat kerana timbunan tulang ikan di tepi sungai itu bertambah banyak. Badang terus pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya itu tiada ikan, kecuali sisik ikan sahaja yang tinggal. Badang bertambah hairan.
"Siapakah yang makan ikan mentah?" dia bertanya dalam hatinya.
Akhirnya, Badang mengambil keputusan ingin mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukahnya itu. Dia menahan semula lukah itu. Kemudian, dia pergi menebas seperti biasa. Apabila hari sudah senja, Badang tidak balik. Dia terus pergi bersembunyi untuk mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukah itu. Dia menyorok di sebalik semak. Apabila larut malam, datanglah satu lembaga. Matanya merah, bertaring panjang, berjanggut, dan berambut panjang. Muka lembaga itu sangat hodoh. Kukunya panjang. Lembaga itu mengangkat lukah lalu mengambil ikan-ikan di dalamnya. "Wah, hantu rupa-rupanya!" kata Badang di dalam hati. "Aku tidak takut kepada hantu itu!" ujar Badang lagi di dalam hatinya. Badang lalu memberanikan dirinya, walaupun berasa seram. Dia segera menerkam dan menangkap janggut lembaga itu. Berlakulah pergelutan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu. Akhirnya, lembaga itu mengaku kalah. Lembaga itu minta dilepaskan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu dengan begitu mudah. Lembaga itu merayu-rayu minta dilepaskan.
"Kalau tuan hamba melepaskan hamba, hamba akan berikan apa sahaja yang tuan hamba mahu," ujar lembaga itu.
Badang terfikir, "Betulkah janji lembaga ini?" Badang mahu menguji, adakah kata-kata lembaga itu benar? Badang cuba memikirkan apa yang dia mahu minta. Kalau minta banyak harta, nanti harta itu akan menjadi milik tuannya. Kalau minta isteri cantik, mungkin akan diambil oleh tuannya juga. Tetapi kalau minta jadi gagah perkasa, tentu boleh menolong tuannya untuk membersihkan hutan itu. "Baiklah! Aku mahu jadi gagah perkasa," kata Badang.
"Kalau tuan hamba mahu jadi gagah, tuan hamba hendaklah makan muntah hamba," kata lembaga itu. Badang termenung dan berfikir sejenak. "Baiklah! Aku setuju. Cepat! Biar aku jadi gagah," kata Badang. Lembaga itu muntah di atas daun keladi yang ada di situ. Tanpa berlengah lagi, Badang pun makanlah muntah lembaga itu hingga habis. Lembaga itu minta dirinya dilepaskan.
"Belum boleh lagi! Tunggu dulu," Badang berkata sambil tangannya masih lagi memegang janggut lembaga itu. Dia mengheret lembaga itu ke arah sebatang pokok besar. Badang cuba mengangkat pokok itu dengan sebelah tangannya. Pokok itu tumbang. Badang berasa sangat gembira hajatnya termakbul. Badang mengucapkan terima kasih kepada lembaga itu. Lembaga yang muka hodoh dan bertaring tadi tiba-tiba bertukar wajah menjadi manusia yang berambut putih dan berjanggut putih.
"Aku bukanlah hantu sebagaimana yang kamu sangkakan. Aku datang untuk menolongmu. Kamu seorang yang cekal, tabah, dan jujur," kata lelaki tua itu. Kemudian dia ghaib daripada pandangan Badang.
"Mungkin dia seorang alim!" fikir Badang.Badang bersyukur kepada Tuhan kerana memperoleh kekuatan yang luar biasa itu. Malam itu, Badang membersihkan semua hutan sebagaimana yang diarahkan oleh tuannya. Setelah selesai, dia pun pulang.
Pada keesokannya, dia tidak pergi menebas lagi. Tuannya memanggil dan bertanya mengapa dia tidak pergi menebas. Badang memberitahu bahawa dia telah membersihkan hutan dan semak-samun tersebut. Tuannya, Orang Kaya Nira Sura itu tidak percaya apa yang diceritakan oleh Badang. Dia pergi ke hutan untuk melihat sendiri keadaan tanahnya. Orang Kaya Nira Sura hairan kerana hutan dan semak-samun itu memang telah habis dibersihkan oleh Badang. Orang Kaya Nira Sura berasa gembira kerana hutan di tanahnya sudah dibersihkan. Namun, dia berasa bimbang, kalau-kalau Badang mengapa-apakannya pula. Orang Kaya Nira Sura lalu mempersembahkan Badang kepada Raja Temasik. Maka Badang pun dibebaskan daripada tuannya. Sekarang Badang tinggal di istana Raja Temasik sebagai budak suruhan.
Pada suatu hari, Pemaisuri raja mengidam mahu makan buah mempelam. Permaisuri menyuruh Badang mengambil buah mempelam muda. Badang tidak lengah-lengah lagi. Dia terus memanjat pokok mempelam di hadapan istana raja itu. Disebabkan buah mempelam itu berada di hujung ranting, dia terpaksa menghulurkan tangan untuk mengambil buah mempelam itu. Tiba-tiba dahan tempat Badang berpijak itu patah. Dia terjatuh ke tanah. Kepalanya terhempas ke batu. Batu besar di bawah pokok mempelam itu terbelah dua. Namun, kepala Badang tidak cedera Permaisuri berasa hairan melihat kejadian itu. Permaisuri lalu pun memberitahu kejadian itu kepada raja. Raja datang menyaksikan sendiri. Baginda melihat batu besar di hadapan istana itu terbelah dua. Baginda sangat hairan akan peristiwa itu. Raja Temasik lalu mengangkat Badang sebagai pahlawan gagah perkasa. Kehebatan Badang tersebar di seluruh Temasik. Kemasyhuran itu turut tersebar ke Benua Keling. Maharaja Keling datang ke Temasik dengan membawa pahlawan yang kuat lagi perkasa dari negaranya. Pahlawan itu bergelar Pahlawan Gagah Perkasa. Pahlawan itu dibawa masuk untuk beradu kekuatan dengan Badang. Raja Temasik bersetuju pertandingan itu diadakan di hadapan pembesar-pembesar negara dan rakyat jelata. Maka tibalah hari yang ditetapkan. Hari pertandingan kekuatan di antara dua buah negara. Sementara menunggu masa dan ketika peraduan dimulakan, Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu duduk berhampiran dengan Badang. Dia lalu menindih paha Badang dengan pahanya secara bergurau. Namun, Badang boleh mengangkat paha pahlawan itu. "Wah, gagah sungguh Pahlawan Temasik ini!" ujar Pahlawan Gagah Perkasa itu dalam hatinya.
Tetuang dibunyikan menandakan pertandingan akan dimulakan. Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu mula mengangkat batu di hadapan majlis raja-raja dan pembesar negara masing-masing. Dengan rasa megah pahlawan itu dapat mengangkat batu itu setinggi paras lututnya. Dia lalu membawa batu itu ke hadapan raja dan diletakkannya di situ. Maharaja Keling dan para pembesar negara pun ketawa kerana gembira. Riuh rendah kedengaran. Akhirnya, sampailah masanya giliran Badang. Badang yang bertubuh kerdil berjalan masuk dengan lemah longlai menuju ke batu besar itu. Badang lalu mengangkat batu itu dan membalingnya ke Teluk Belanga. Pahlawan Gagah Perkasa Benua Keling berasa malu kerana tidak dapat menandingi kekuatan Badang yang sungguh gagah perkasa itu. Demikianlah kemasyhuran Badang sebagai seorang yang gagah perkasa pada zaman dahulu. Itulah sebabnya kemasyhurannya menjadi buah mulut yang dituturkan orang dari zaman ke zaman.
Berhampiran tempat Badang menebas itu terdapat sebatang anak sungai. Di kaki bukit berhampiran sungai itulah Badang berehat selepas penat bekerja. Setelah selesai sembahyang, barulah Badang membuka bekalan. Badang makan nasi di dalam upih pinang yang dibawanya. Walaupun berlaukkan pucuk dicecah dengan sambal garam, nasi sebungkus itu habis dimakannya.
Selepas itu, Badang pergi ke anak sungai. Di situ, kelihatan anak-anak ikan bermain-main di dalam air yang jernih. Badang terfikir, "Daripada aku makan nasi dengan sambal, lebih baik aku cuba tangkap ikan itu. Boleh juga dibuat lauk. Kalau dapat banyak boleh aku bawa pulang kepada tuanku. Tentu tuan aku suka kalau dapat merasa ikan tebarau, terbuk, dan lain-lain."
Sebelum Badang pulang, dia menebang buluh. Dia membuat lukah, iaitu sejenis perangkap untuk menangkap ikan. Dia menahan lukah itu di dalam sungai.
Keesokan harinya, pagi-pagi lagi Badang turun pergi menebas. Sebelum mula kerja menebas, Badang turun ke sungai untuk melihat lukah yang ditahannya. Namun, Badang terperanjat apabila melihat terdapat timbunan tulang ikan di tebing sungai berhampiran lukahnya. Badang dengan segera pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya telah diusik orang. Di dalamnya tidak ada ikan, kecuali tinggalan sisik-sisik ikan. Dia berasa hairan. Badang menahan lagi lukahnya di tempat yang sama. Kemudiannya, dia pergi menyiapkan kerja.
Seperti biasa apabila hari petang, Badang balik ke rumah tuannya. Dia tidak pergi melihat lukahnya pada waktu petang kerana lukah akan mengena pada waktu malam.
Esoknya pula, Badang pergi menebas seperti biasa. Setelah sampai di tempat itu, Badang terus pergi ke anak sungai untuk melihat lukahnya. Sekali lagi, dia terperanjat kerana timbunan tulang ikan di tepi sungai itu bertambah banyak. Badang terus pergi mengangkat lukahnya. Dia mendapati lukahnya itu tiada ikan, kecuali sisik ikan sahaja yang tinggal. Badang bertambah hairan.
"Siapakah yang makan ikan mentah?" dia bertanya dalam hatinya.
Akhirnya, Badang mengambil keputusan ingin mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukahnya itu. Dia menahan semula lukah itu. Kemudian, dia pergi menebas seperti biasa. Apabila hari sudah senja, Badang tidak balik. Dia terus pergi bersembunyi untuk mengintai siapakah yang mencuri ikan di dalam lukah itu. Dia menyorok di sebalik semak. Apabila larut malam, datanglah satu lembaga. Matanya merah, bertaring panjang, berjanggut, dan berambut panjang. Muka lembaga itu sangat hodoh. Kukunya panjang. Lembaga itu mengangkat lukah lalu mengambil ikan-ikan di dalamnya. "Wah, hantu rupa-rupanya!" kata Badang di dalam hati. "Aku tidak takut kepada hantu itu!" ujar Badang lagi di dalam hatinya. Badang lalu memberanikan dirinya, walaupun berasa seram. Dia segera menerkam dan menangkap janggut lembaga itu. Berlakulah pergelutan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu. Akhirnya, lembaga itu mengaku kalah. Lembaga itu minta dilepaskan. Namun, Badang tidak melepaskan lembaga itu dengan begitu mudah. Lembaga itu merayu-rayu minta dilepaskan.
"Kalau tuan hamba melepaskan hamba, hamba akan berikan apa sahaja yang tuan hamba mahu," ujar lembaga itu.
Badang terfikir, "Betulkah janji lembaga ini?" Badang mahu menguji, adakah kata-kata lembaga itu benar? Badang cuba memikirkan apa yang dia mahu minta. Kalau minta banyak harta, nanti harta itu akan menjadi milik tuannya. Kalau minta isteri cantik, mungkin akan diambil oleh tuannya juga. Tetapi kalau minta jadi gagah perkasa, tentu boleh menolong tuannya untuk membersihkan hutan itu. "Baiklah! Aku mahu jadi gagah perkasa," kata Badang.
"Kalau tuan hamba mahu jadi gagah, tuan hamba hendaklah makan muntah hamba," kata lembaga itu. Badang termenung dan berfikir sejenak. "Baiklah! Aku setuju. Cepat! Biar aku jadi gagah," kata Badang. Lembaga itu muntah di atas daun keladi yang ada di situ. Tanpa berlengah lagi, Badang pun makanlah muntah lembaga itu hingga habis. Lembaga itu minta dirinya dilepaskan.
"Belum boleh lagi! Tunggu dulu," Badang berkata sambil tangannya masih lagi memegang janggut lembaga itu. Dia mengheret lembaga itu ke arah sebatang pokok besar. Badang cuba mengangkat pokok itu dengan sebelah tangannya. Pokok itu tumbang. Badang berasa sangat gembira hajatnya termakbul. Badang mengucapkan terima kasih kepada lembaga itu. Lembaga yang muka hodoh dan bertaring tadi tiba-tiba bertukar wajah menjadi manusia yang berambut putih dan berjanggut putih.
"Aku bukanlah hantu sebagaimana yang kamu sangkakan. Aku datang untuk menolongmu. Kamu seorang yang cekal, tabah, dan jujur," kata lelaki tua itu. Kemudian dia ghaib daripada pandangan Badang.
"Mungkin dia seorang alim!" fikir Badang.Badang bersyukur kepada Tuhan kerana memperoleh kekuatan yang luar biasa itu. Malam itu, Badang membersihkan semua hutan sebagaimana yang diarahkan oleh tuannya. Setelah selesai, dia pun pulang.
Pada keesokannya, dia tidak pergi menebas lagi. Tuannya memanggil dan bertanya mengapa dia tidak pergi menebas. Badang memberitahu bahawa dia telah membersihkan hutan dan semak-samun tersebut. Tuannya, Orang Kaya Nira Sura itu tidak percaya apa yang diceritakan oleh Badang. Dia pergi ke hutan untuk melihat sendiri keadaan tanahnya. Orang Kaya Nira Sura hairan kerana hutan dan semak-samun itu memang telah habis dibersihkan oleh Badang. Orang Kaya Nira Sura berasa gembira kerana hutan di tanahnya sudah dibersihkan. Namun, dia berasa bimbang, kalau-kalau Badang mengapa-apakannya pula. Orang Kaya Nira Sura lalu mempersembahkan Badang kepada Raja Temasik. Maka Badang pun dibebaskan daripada tuannya. Sekarang Badang tinggal di istana Raja Temasik sebagai budak suruhan.
Pada suatu hari, Pemaisuri raja mengidam mahu makan buah mempelam. Permaisuri menyuruh Badang mengambil buah mempelam muda. Badang tidak lengah-lengah lagi. Dia terus memanjat pokok mempelam di hadapan istana raja itu. Disebabkan buah mempelam itu berada di hujung ranting, dia terpaksa menghulurkan tangan untuk mengambil buah mempelam itu. Tiba-tiba dahan tempat Badang berpijak itu patah. Dia terjatuh ke tanah. Kepalanya terhempas ke batu. Batu besar di bawah pokok mempelam itu terbelah dua. Namun, kepala Badang tidak cedera Permaisuri berasa hairan melihat kejadian itu. Permaisuri lalu pun memberitahu kejadian itu kepada raja. Raja datang menyaksikan sendiri. Baginda melihat batu besar di hadapan istana itu terbelah dua. Baginda sangat hairan akan peristiwa itu. Raja Temasik lalu mengangkat Badang sebagai pahlawan gagah perkasa. Kehebatan Badang tersebar di seluruh Temasik. Kemasyhuran itu turut tersebar ke Benua Keling. Maharaja Keling datang ke Temasik dengan membawa pahlawan yang kuat lagi perkasa dari negaranya. Pahlawan itu bergelar Pahlawan Gagah Perkasa. Pahlawan itu dibawa masuk untuk beradu kekuatan dengan Badang. Raja Temasik bersetuju pertandingan itu diadakan di hadapan pembesar-pembesar negara dan rakyat jelata. Maka tibalah hari yang ditetapkan. Hari pertandingan kekuatan di antara dua buah negara. Sementara menunggu masa dan ketika peraduan dimulakan, Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu duduk berhampiran dengan Badang. Dia lalu menindih paha Badang dengan pahanya secara bergurau. Namun, Badang boleh mengangkat paha pahlawan itu. "Wah, gagah sungguh Pahlawan Temasik ini!" ujar Pahlawan Gagah Perkasa itu dalam hatinya.
Tetuang dibunyikan menandakan pertandingan akan dimulakan. Pahlawan Gagah Perkasa dari Benua Keling itu mula mengangkat batu di hadapan majlis raja-raja dan pembesar negara masing-masing. Dengan rasa megah pahlawan itu dapat mengangkat batu itu setinggi paras lututnya. Dia lalu membawa batu itu ke hadapan raja dan diletakkannya di situ. Maharaja Keling dan para pembesar negara pun ketawa kerana gembira. Riuh rendah kedengaran. Akhirnya, sampailah masanya giliran Badang. Badang yang bertubuh kerdil berjalan masuk dengan lemah longlai menuju ke batu besar itu. Badang lalu mengangkat batu itu dan membalingnya ke Teluk Belanga. Pahlawan Gagah Perkasa Benua Keling berasa malu kerana tidak dapat menandingi kekuatan Badang yang sungguh gagah perkasa itu. Demikianlah kemasyhuran Badang sebagai seorang yang gagah perkasa pada zaman dahulu. Itulah sebabnya kemasyhurannya menjadi buah mulut yang dituturkan orang dari zaman ke zaman.
Subscribe to:
Posts (Atom)